Cara berburu
Jumat, 18 Oktober 2013
Rabu, 10 Juli 2013
Sniper Elite AS Di Vietnam
Sniper Elite AS Di Vietnam
Ini Adalah kisah tentang perang kali ini mengenai perang vietnam pd thn 60-an
Lebih spesifik lagi mengenai kisah kepahlawanan sniper ( penembak runduk / pembunuh senyap ) AS yg melegenda dan selalu dikenang oleh Seluruh Sniper AS
Perang adalah hal yg ambigu karena dibenci namun selalu terulang ,
namun di setiap perang selalu memunculkan para pejuang dan pahlawan (
menurut pihak masing -masing ).
tidak terkecuali perang vietnam , disini nama beberapa sniper AS mencuat dan melegenda
antara lain :
sersan sniper marinir carlos norman hathcock
Kopral marinir sniper John rolland Burke
Pada akhir Maret 1967, sersan marinir Carlos Hathcock ( 25 thn ) dan
Johnny Burke ( 22 thn ) bertugas di Lembah Gajah, viet nam.
Saat itu matahari baru saja terbit ketika mereka mendengar suara
berisik dari sebelah kanan tempat persembunyian mereka. Mereka melihat
sekitar 80 prajurit Vietnam Utara (sekitar 1 Kompi) atau lebih dikenal
sbg NVA muncul dari arah sungai Ca De Song. Jarak itu hampir 1.000 m
dari tempat persembunyian mereka. Prajurit Vietnam utara berjalan santai
menuju tanggul yang terbentang di persawahan luas di depan mereka.
Dari balik hutan kedua sniper ini mengamati dan membidik calon korban
mereka , kompi musuh ini nampak berjalan santai bahkan kedua perwiranya
pun sama sekali tak berusaha menyuruh prajurit bersembunyi agar tidak
berisik.
Saat itu merupakan situasi yang sangat ideal bagi seorang sniper.
Medan yang luas rata, tidak ada angin, kabut ataupun uap panas (mirage)
yang mengganggu penglihatan. Setelah pasukan mencapai jarak 700 m dari
posisi kedua sniper AS itu ,
Carlos memerintahkan Jhonny menembak prajurit yang terakhir dan ia sendiri menembak si komandan di depan dan pembawa radio.
Kedua tembakan ini membuat prajurit panik dan lari berlindung di belakang tanggul sawah yang tingginya kira-kira 60 cm.
Kedua tembakan ini membuat prajurit panik dan lari berlindung di belakang tanggul sawah yang tingginya kira-kira 60 cm.
Tanpa pimpinan, tanpa senapan mesin, tanpa radio dan tidak tau apa
yang harus dilakukan atau diperbuat. Pasukan Vietnam utara ini terjepit.
Setiap ada diantara mereka yang mencoba mengeluarkan kepala dari balik
tanggul, langsung tertembak mati.
Dalam hubungan radio ke markas marinir terdekat, Carlos menolak
pengiriman pasukan bantuan marinir untuk menghabisi mereka. Karena
menurutnya hanya akan mengakibatkan pertempuran yang baru dan jatuhnya
korban dari pihak marinir.
“saya kira kami berdua mampu menahan mereka disana selama kami mau.” tukasnya kpd komandan marinir.
Waktu malam tiba, artileri terus menerus menerangi medan pertempuran
dengan tembakan lampu suar (flare) sementara Carlos dan Johnny secara
bergantian berjaga dan terus berpindah posisi agar musuh tidak dapat
menembak mereka dan mencegah pasukan musuh lolos.
Di balik kegelapan tembakan gencar memecah keheningan malam
tidak ada kesempatan untuk tidur bagi kedua belah pihak
tidak ada kesempatan untuk tidur bagi kedua belah pihak
Hari ke 2 :
sekitar jam 10 pagi, delapan prajurit menyerbu deretan pepohonan dimana kedua Marinir ini bersembunyi (jarak kira-kira 600 m) hanya satu orang yang berhasil kembali ketanggul. Pada malam kedua, kabut turun menyelubungi sawah tersebut. Saat itu jumlah pasukan Vietnam Utara tinggal 65 orang. Sayangnya kesempatan baik untuk meloloskan diri ini disia-siakan oleh pasukan Vietnam Utara.
sekitar jam 10 pagi, delapan prajurit menyerbu deretan pepohonan dimana kedua Marinir ini bersembunyi (jarak kira-kira 600 m) hanya satu orang yang berhasil kembali ketanggul. Pada malam kedua, kabut turun menyelubungi sawah tersebut. Saat itu jumlah pasukan Vietnam Utara tinggal 65 orang. Sayangnya kesempatan baik untuk meloloskan diri ini disia-siakan oleh pasukan Vietnam Utara.
Hari ke 3 :
Keesokan harinya lima tentara Vietnam Utara yang nekat menyerbu deretan pepohonan tempat kedua sniper tersebut bersembunyi sambil memberondongkan AK-47. Kelima prajurit ini tidak pernah mencapai lebih dari 100 m dari tempat mereka semula (tewas).
Keesokan harinya lima tentara Vietnam Utara yang nekat menyerbu deretan pepohonan tempat kedua sniper tersebut bersembunyi sambil memberondongkan AK-47. Kelima prajurit ini tidak pernah mencapai lebih dari 100 m dari tempat mereka semula (tewas).
Carlos dan Johnny selalu berpindah posisi. Bukan hanya untuk
membingungkan lawan tapi juga untuk menghindari dari sengatan bau
jenazah yang memualkan perut . Ketika para musuh ramai memberondongkan
posisi tembak mereka sebelumnya, Carlos dan Johnny dengan tenang
menembak dua-tiga orang dari posisi yang baru.
Sore berikutnya sekitar 10 prajurit nekat berlari kearah sungai. Sekali lagi semuanya tewas.
Hari ke 4
Dihari ke empat siang dan malam peristiwa yang sama berulang. Setiap mereka berusaha lari, mereka langsung ditembak.
Dihari ke empat siang dan malam peristiwa yang sama berulang. Setiap mereka berusaha lari, mereka langsung ditembak.
Hari Ke 5
Pada hari kelima hanya lima sampai enam orang saja yang tersisa dari 80 orang. Mereka sudah sakit dan hampir mati kelelahan. Bau bangkai sudah dapat tercium dari jarak beberapa kilometer.
Pada hari kelima hanya lima sampai enam orang saja yang tersisa dari 80 orang. Mereka sudah sakit dan hampir mati kelelahan. Bau bangkai sudah dapat tercium dari jarak beberapa kilometer.
Diakhir hari , hanya seorang sersan bagian perbekalan yang masih hidup.
Ia pada mulanya tak percaya kalau pasukannya dihabisi hanya oleh dua orang. Baru akhirnya dia mengetahui bahwa lawannya adalah Sniper.
Ia pada mulanya tak percaya kalau pasukannya dihabisi hanya oleh dua orang. Baru akhirnya dia mengetahui bahwa lawannya adalah Sniper.
10 Fakta Kekalahan Tentara Amerika di Vietnam
FAKTA KEKALAHAN TENTARA AMERIKA
PERANG VIETNAM ( 1959 – 1972 )
“KEKALAHAN TERBESAR AS DALAM SEJARAHNYA“
Mungkin
benar bahwa dalam perang Vietnam ( 1959-1972 ) tentara AS selalu menang
dalam setiap pertempuran besar melawan Viet Cong atau disingkat VC .
Namun Tragisnya, kesudahan perang menunjukan AS lah yang justru
mengalami kekalahan, bahkan kekalahan perang terbesar sepanjang
sejarahnya membuat aib bagi pemerintahan AS,
- Tentara VC mendapat dukungan rakyatnya serta moral tempur yang tinggi.
- Frustasi tentara AS atas perang yang berlarut-larut tanpa ada hasil sama sekali.
- Tentara AS yang rata - rata masih muda ( 22 tahun ) atau disebut GI ,belum berpengalaman berperang.
- Tentara AS mengkonsumsi obat bius secara berlebihan, selain untuk pengobatan juga dipergunakan untuk mengatasi stress dan bersenang-senang / mabok.
- Taktik perang gerilya yang diterapkan oleh sang pemimpin setelah terinspirasi perjuangan Rakyat Indonesia yang merdeka melawan penjajah dengan kekuatan sendiri. Dimana sang pemimpin pernah datang ke Indonesia pada tahun 1960-an.
- Taktik tidak membunuh tapi melukai terbukti sangat efektif. Melukai satu orang tentara AS membuat 3 Tentara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 1 tentara terluka + 2 tentara yang menyelamatkan dengan tandu darurat dengan dua tangan.
- Tentara VC yang sangat mudah menyamar dan menyatu dengan rakyat biasa dan membaur bila dalam pengejaran tentara AS.
- Efisiensi dan efektif memanfaatkan lorong bawah tanah ( Tunnel Rat ) yang hanya bisa dimasuki oleh pasukan VC yang bertubuh kecil. Atau VC jauh lebih menguasai medan pertempuran baik secara topografi dan geografis.
- Tantangan Alam yang ganas bagi prajurit muda AS atau biasa disebut GI seperti Hujan lebat, Lintah, malaria , yang membuat mereka sulit istirahat di malam hari yang parahnya serangan VC seringkali terjadi pada malam hari.
- Kecakapan perwira VC dalam memahami psikologi GI yang suka terburu-buru dan cepat turun moril tempurnya.
10 fakta diatas berbanding terbalik dengan pasukan AS, sehingga menimbulkan hasil yang fantastis bagi pasukan AS yaitu ;
58.000 tentara AS tewas atau Killing In Action ( KIA )
1.000 tentara AS hilang atau Missing In Action ( MIA )
150.000 tentara AS terluka atau Injured In Action ( IIA )
Hasil fantastis ini belum termasuk bagi pasukan AS yang terkena gangguan jiwa setelah tertawan dan disika oleh pasukan VC.
Rabu, 03 Juli 2013
Cara berburu Biawak
BINATANG PREDATOR
Rawa-rawa dan semak belukar seperti ini, masih banyak dijumpai
di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan sekitarnya. Inilah lokasi yang nyaman
buat berlindungnya hewan melata, termasuk biawak.
V. Salvator, satu dari 25 spesies biawak yang dijumpai di Indonesia, banyak
ditemui di daerah ini. Semak-semak, yang nyaris gelap tertutupi lembar-lembar
daunnya, adalah tempat ideal buat biawak, yang disebut-sebut sebagai nenek moyang
ular ini, menetap.
Merayap, langkah demi langkah menyusuri permukaan tanah, seraya waspada akan
keadaan sekelilingnya, itulah gambaran biawak, hewan pemangsa serangga, mamalia
kecil, burung, dan ikan.
Badan ramping menyerupai ular, dengan leher dan ekornya yang panjang, menjadikan
sosok biawak begitu menyeramkan. Ditambah pula lidahnya yang bercabang, yang
sering terjulur jauh keluar mulut.
Meski taringnya tak mengandung bisa, namun cakarnya yang kuat, dan ekornya
yang berotot, sering membuat orang tak berhasrat untuk mendekatinya.
Namun hasrat orang kebanyakan ini tak muncul pada diri seorang Saman, lelaki
paruh baya warga Kampung Singkil, Babelan, Bekasi. Saman, atau biasa orang menyapanya
dengan sebutan engkong, justru dalam 6 tahun belakangan ini, harus mencari,
mendekat dan memburu biawak. Saman adalah pemburu biawak.
Hari masih terbilang pagi, saat Saman meninggalkan bilik rumahnya. Tak banyak
peralatan yang dibawa untuk memburu biawak. Ia hanya perlu karung plastik, sebilah
golok, kala, yakni perangkat penjerat biawak, dan bekal seadanya. Perjalanan
menuju lokasi tempat ia biasa meletakkan kalanya, yang ditempuh dengan jalan
kaki, tak cukup satu jam. Meski tak lagi muda, namun langkah kakinya yang tidak
dibalut alas kaki, menyusuri pematang sawah dan tepian kali, amatlah ringan.
Setibanya di lokasi, di Kampung Pondok, sekitar 2 kilometer dari rumahnya,
ia cukup melihat kalanya. Kala, jebakan penjerat biawak ini, terbuat dari potongan-potongan
bambu yang terangkaikan dengan tali. Kala ini dilengkapi dengan umpan untuk
memikat biawak. Umpan biasanya ikan yang berbau menyengat.
Peruntungan Saman ada pada 26 kala yang dipasang di 2 lokasi berbeda. Bila
beruntung, tak sedikit biawak yang terjerat di kala-kalanya. Pengakuan lelaki
ini, 8 sampai 10 ekor biawak dapat ia bawa pulang setiap harinya. Hasil ini,
tak sebanyak buruannya dulu, di saat ia mengawali peran sebagai pemburu biawak.
Perkara tergigit biawak, tercakar, ataupun tersabet kibasan ekor biawak adalah
hal biasa buat Saman. Bila jari-jari tangannya menjadi korban, tak sedikitpun
ia berupaya mengobatinya. Luka akan sembuh dalam 3 hari. Bila tak kunjung sembuh,
ia cukup menaburkan bubuk penyedap rasa di luka.
Masih
di kampung yang sama, Yamanto juga melakukan perburuan yang sama dengan Saman.
Hanya saja, Yamanto lebih banyak memanfaatkan perahunya menyusuri tepian Sungai
Jebe-el untuk menempatkan umpannya. Yamanto selama ini memang mencari lokasi
biawak yang agak berbeda dengan Saman. Ia lebih banyak menempatkan kala-kalanya
di semak dan tempat-tempat yang dekat dengan air. Puluhan tahun berburu biawak,
membuatnya tak sulit untuk mengetahui dimana lokasi bersarangnya biawak.
Siang atau sore hari saat ia kembali melihat kala-kalanya, adalah masa-masa
yang cukup mendebarkan buat diri Yamanto. Adakah biawak yang terjerat ??. Bila
belum ada, ia akan membiarkan umpannya terpasang. Hanya saja bila sampai 4 hari
tak juga mendatangkan hasil, ia segera memindahkan kalanya ke lokasi lain.
Seringnya, umpan yang dipasang, sukses. Biawak ditemukan telah terjerat di
kalanya, entah terjerat lehernya, atau pinggangnya, ataupun kakinya.
Berbeda dengan Saman, Yamanto yang asli lahir dan dibesarkan di kampung ini,
merasa, semakin banyak biawak ditemukan di sekitar kampungnya. Ia beranggapan,
hutan yang semakin menipis membuat biawak terpaksa turun kampung, mencari semak
dan membuat lubang untuk perlindungannya.
Entahlah, anggapan mereka soal semakin banyak atau sedikitnya biawak, mungkin
hanya soal persepsi. Mereka masing-masing berpijak dari hasil buruannya saja.
Mungkin ini hanya soal rezeki.
Biawak, tak hanya menarik perhatian Andik, Bambang dan warga Kampung Singkil
saja. Dua lelaki asal Jogjakarta di bilangan Pluit-pun punya minat yang
sama. Mereka juga berburu biawak, cuma caranya lain. Mereka, seperti halnya
memancing ikan, menggunakan kail pancing untuk menaklukkan biawak. Sekitar Danau
Pluit yang kerap meluap, merupakan tempat bersarang biawak.
Dari sekitar 7 sampai 10 kail pancing yang dipasang, paling tidak setiap pagi
atau sore ada seekor biawak besar yang tertangkap. Dibanding biawak di Kampung
Singkil, biawak yang diburu di Pluit berukuran lebih besar, umumnya lebih dari
satu meter yang berbobot sekitar 12 sampai 15 kilogram.
Andik,
Bambang, dan 2 lelaki di Pluit ini punya kepentingan yang sama. Mereka sama-sama
menghidupi diri dan kelurganya dengan berburu biawak, yang kemudian dijual ke
para penampung, atau langsung ke pemilik rumah makan. Rata-rata seekor biawak
dihargai 15 ribu sampai 25 ribu rupiah, tergantung ukuran.
Langganan:
Postingan (Atom)