Rabu, 10 Juli 2013

Sniper Elite AS Di Vietnam

Sniper Elite AS Di Vietnam

           Ini Adalah kisah tentang perang kali ini mengenai perang vietnam pd thn 60-an
Lebih spesifik lagi mengenai kisah kepahlawanan sniper ( penembak runduk / pembunuh senyap ) AS yg melegenda dan selalu dikenang oleh Seluruh Sniper AS
Perang adalah hal yg ambigu karena dibenci namun selalu terulang , namun di setiap perang selalu memunculkan para pejuang dan pahlawan ( menurut pihak masing -masing ).
tidak terkecuali perang vietnam , disini nama beberapa sniper AS mencuat dan melegenda
antara lain :
sersan sniper marinir carlos norman hathcock
Kopral marinir sniper John rolland Burke
Pada akhir Maret 1967, sersan marinir Carlos Hathcock ( 25 thn ) dan Johnny Burke ( 22 thn ) bertugas di Lembah Gajah, viet nam.
         Saat itu matahari baru saja terbit ketika mereka mendengar suara berisik dari sebelah kanan tempat persembunyian mereka. Mereka melihat sekitar 80 prajurit Vietnam Utara (sekitar 1 Kompi) atau lebih dikenal sbg NVA muncul dari arah sungai Ca De Song. Jarak itu hampir 1.000 m dari tempat persembunyian mereka. Prajurit Vietnam utara berjalan santai menuju tanggul yang terbentang di persawahan luas di depan mereka.
        Dari balik hutan kedua sniper ini mengamati dan membidik calon korban mereka , kompi musuh ini nampak berjalan santai bahkan kedua perwiranya pun sama sekali tak berusaha menyuruh prajurit bersembunyi agar tidak berisik.
        Saat itu merupakan situasi yang sangat ideal bagi seorang sniper. Medan yang luas rata, tidak ada angin, kabut ataupun uap panas (mirage) yang mengganggu penglihatan. Setelah pasukan mencapai jarak 700 m dari posisi kedua sniper AS itu ,
          Carlos memerintahkan Jhonny menembak prajurit yang terakhir dan ia sendiri menembak si komandan di depan dan pembawa radio.
Kedua tembakan ini membuat prajurit panik dan lari berlindung di belakang tanggul sawah yang tingginya kira-kira 60 cm.
      Tanpa pimpinan, tanpa senapan mesin, tanpa radio dan tidak tau apa yang harus dilakukan atau diperbuat. Pasukan Vietnam utara ini terjepit. Setiap ada diantara mereka yang mencoba mengeluarkan kepala dari balik tanggul, langsung tertembak mati.
        Dalam hubungan radio ke markas marinir terdekat, Carlos menolak pengiriman pasukan bantuan marinir untuk menghabisi mereka. Karena menurutnya hanya akan mengakibatkan pertempuran yang baru dan jatuhnya korban dari pihak marinir.
“saya kira kami berdua mampu menahan mereka disana selama kami mau.” tukasnya kpd komandan marinir.
Waktu malam tiba, artileri terus menerus menerangi medan pertempuran dengan tembakan lampu suar (flare) sementara Carlos dan Johnny secara bergantian berjaga dan terus berpindah posisi agar musuh tidak dapat menembak mereka dan mencegah pasukan musuh lolos.
Di balik kegelapan tembakan gencar memecah keheningan malam
tidak ada kesempatan untuk tidur bagi kedua belah pihak
                                                                                Hari ke 2 :
sekitar jam 10 pagi, delapan prajurit menyerbu deretan pepohonan dimana kedua Marinir ini bersembunyi (jarak kira-kira 600 m) hanya satu orang yang berhasil kembali ketanggul. Pada malam kedua, kabut turun menyelubungi sawah tersebut. Saat itu jumlah pasukan Vietnam Utara tinggal 65 orang. Sayangnya kesempatan baik untuk meloloskan diri ini disia-siakan oleh pasukan Vietnam Utara.
                                                                                Hari ke 3 :
Keesokan harinya lima tentara Vietnam Utara yang nekat menyerbu deretan pepohonan tempat kedua sniper tersebut bersembunyi sambil memberondongkan AK-47. Kelima prajurit ini tidak pernah mencapai lebih dari 100 m dari tempat mereka semula (tewas).
Carlos dan Johnny selalu berpindah posisi. Bukan hanya untuk membingungkan lawan tapi juga untuk menghindari dari sengatan bau jenazah yang memualkan perut . Ketika para musuh ramai memberondongkan posisi tembak mereka sebelumnya, Carlos dan Johnny dengan tenang menembak dua-tiga orang dari posisi yang baru.
Sore berikutnya sekitar 10 prajurit nekat berlari kearah sungai. Sekali lagi semuanya tewas.
                                                                                Hari ke 4
Dihari ke empat siang dan malam peristiwa yang sama berulang. Setiap mereka berusaha lari, mereka langsung ditembak.
                                                                                Hari Ke 5
Pada hari kelima hanya lima sampai enam orang saja yang tersisa dari 80 orang. Mereka sudah sakit dan hampir mati kelelahan. Bau bangkai sudah dapat tercium dari jarak beberapa kilometer.
Diakhir hari , hanya seorang sersan bagian perbekalan yang masih hidup.
Ia pada mulanya tak percaya kalau pasukannya dihabisi hanya oleh dua orang. Baru akhirnya dia mengetahui bahwa lawannya adalah Sniper.

10 Fakta Kekalahan Tentara Amerika di Vietnam

FAKTA KEKALAHAN TENTARA AMERIKA




PERANG VIETNAM ( 1959 – 1972 )

“KEKALAHAN TERBESAR AS DALAM SEJARAHNYA“
Mungkin benar bahwa dalam perang Vietnam ( 1959-1972 ) tentara AS selalu menang dalam setiap pertempuran besar melawan Viet Cong atau disingkat VC . Namun Tragisnya, kesudahan perang menunjukan AS lah yang justru mengalami kekalahan, bahkan kekalahan perang terbesar sepanjang sejarahnya membuat aib bagi pemerintahan AS, 



Mengapa terjadi demikian ?


Berikut 10 fakta nya :

  1. Tentara VC mendapat dukungan rakyatnya serta moral tempur yang tinggi.
  2. Frustasi tentara AS atas perang yang berlarut-larut tanpa ada hasil sama sekali.
  3. Tentara AS yang rata - rata masih muda ( 22 tahun ) atau disebut GI ,belum berpengalaman berperang.
  4. Tentara AS mengkonsumsi obat bius secara berlebihan, selain untuk pengobatan juga dipergunakan untuk mengatasi stress dan bersenang-senang / mabok.
  5. Taktik perang gerilya yang diterapkan oleh sang pemimpin setelah terinspirasi perjuangan Rakyat Indonesia yang merdeka melawan penjajah dengan kekuatan sendiri. Dimana sang pemimpin pernah datang ke Indonesia pada tahun 1960-an.
  6. Taktik tidak membunuh tapi melukai terbukti sangat efektif. Melukai satu orang tentara AS membuat 3 Tentara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 1 tentara terluka + 2 tentara yang menyelamatkan dengan tandu darurat dengan dua tangan.
  7. Tentara VC yang sangat mudah menyamar dan menyatu dengan rakyat biasa dan membaur bila dalam pengejaran tentara AS.
  8. Efisiensi dan efektif memanfaatkan lorong bawah tanah ( Tunnel Rat ) yang hanya bisa dimasuki oleh pasukan VC yang bertubuh kecil. Atau VC jauh lebih menguasai medan pertempuran baik secara topografi dan geografis.
  9. Tantangan Alam yang ganas bagi prajurit muda AS atau biasa disebut GI seperti Hujan lebat, Lintah, malaria , yang membuat mereka sulit istirahat di malam hari yang parahnya serangan VC seringkali terjadi pada malam hari.
  10. Kecakapan perwira VC dalam memahami psikologi GI yang suka terburu-buru dan cepat turun moril tempurnya.


10 fakta diatas berbanding terbalik dengan pasukan AS, sehingga menimbulkan hasil yang fantastis bagi pasukan AS yaitu ;

58.000 tentara AS tewas atau Killing In Action ( KIA )
1.000 tentara AS hilang atau Missing In Action ( MIA )
150.000 tentara AS terluka atau Injured In Action ( IIA )
Hasil fantastis ini belum termasuk bagi pasukan AS yang terkena gangguan jiwa setelah tertawan dan disika oleh pasukan VC.

Rabu, 03 Juli 2013

Cara berburu Biawak


                       BINATANG PREDATOR

           Rawa-rawa dan semak belukar seperti ini, masih banyak dijumpai di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan sekitarnya. Inilah lokasi yang nyaman buat berlindungnya hewan melata, termasuk biawak.
V. Salvator, satu dari 25 spesies biawak yang dijumpai di Indonesia, banyak ditemui di daerah ini. Semak-semak, yang nyaris gelap tertutupi lembar-lembar daunnya, adalah tempat ideal buat biawak, yang disebut-sebut sebagai nenek moyang ular ini, menetap.
Merayap, langkah demi langkah menyusuri permukaan tanah, seraya waspada akan keadaan sekelilingnya, itulah gambaran biawak, hewan pemangsa serangga, mamalia kecil, burung, dan ikan.
Badan ramping menyerupai ular, dengan leher dan ekornya yang panjang, menjadikan sosok biawak begitu menyeramkan. Ditambah pula lidahnya yang bercabang, yang sering terjulur jauh keluar mulut.
        Meski taringnya tak mengandung bisa, namun cakarnya yang kuat, dan ekornya yang berotot, sering membuat orang tak berhasrat untuk mendekatinya.
Namun hasrat orang kebanyakan ini tak muncul pada diri seorang Saman, lelaki paruh baya warga Kampung Singkil, Babelan, Bekasi. Saman, atau biasa orang menyapanya dengan sebutan engkong, justru dalam 6 tahun belakangan ini, harus mencari, mendekat dan memburu biawak. Saman adalah pemburu biawak.
Hari masih terbilang pagi, saat Saman meninggalkan bilik rumahnya. Tak banyak peralatan yang dibawa untuk memburu biawak. Ia hanya perlu karung plastik, sebilah golok, kala, yakni perangkat penjerat biawak, dan bekal seadanya. Perjalanan menuju lokasi tempat ia biasa meletakkan kalanya, yang ditempuh dengan jalan kaki, tak cukup satu jam. Meski tak lagi muda, namun langkah kakinya yang tidak dibalut alas kaki, menyusuri pematang sawah dan tepian kali, amatlah ringan.
Setibanya di lokasi, di Kampung Pondok, sekitar 2 kilometer dari rumahnya, ia cukup melihat kalanya. Kala, jebakan penjerat biawak ini, terbuat dari potongan-potongan bambu yang terangkaikan dengan tali. Kala ini dilengkapi dengan umpan untuk memikat biawak. Umpan biasanya ikan yang berbau menyengat.
Peruntungan Saman ada pada 26 kala yang dipasang di 2 lokasi berbeda. Bila beruntung, tak sedikit biawak yang terjerat di kala-kalanya. Pengakuan lelaki ini, 8 sampai 10 ekor biawak dapat ia bawa pulang setiap harinya. Hasil ini, tak sebanyak buruannya dulu, di saat ia mengawali peran sebagai pemburu biawak.
Perkara tergigit biawak, tercakar, ataupun tersabet kibasan ekor biawak adalah hal biasa buat Saman. Bila jari-jari tangannya menjadi korban, tak sedikitpun ia berupaya mengobatinya. Luka akan sembuh dalam 3 hari. Bila tak kunjung sembuh, ia cukup menaburkan bubuk penyedap rasa di luka.
Masih di kampung yang sama, Yamanto juga melakukan perburuan yang sama dengan Saman. Hanya saja, Yamanto lebih banyak memanfaatkan perahunya menyusuri tepian Sungai Jebe-el untuk menempatkan umpannya. Yamanto selama ini memang mencari lokasi biawak yang agak berbeda dengan Saman. Ia lebih banyak menempatkan kala-kalanya di semak dan tempat-tempat yang dekat dengan air. Puluhan tahun berburu biawak, membuatnya tak sulit untuk mengetahui dimana lokasi bersarangnya biawak.
Siang atau sore hari saat ia kembali melihat kala-kalanya, adalah masa-masa yang cukup mendebarkan buat diri Yamanto. Adakah biawak yang terjerat ??. Bila belum ada, ia akan membiarkan umpannya terpasang. Hanya saja bila sampai 4 hari tak juga mendatangkan hasil, ia segera memindahkan kalanya ke lokasi lain.
Seringnya, umpan yang dipasang, sukses. Biawak ditemukan telah terjerat di kalanya, entah terjerat lehernya, atau pinggangnya, ataupun kakinya.
Berbeda dengan Saman, Yamanto yang asli lahir dan dibesarkan di kampung ini, merasa, semakin banyak biawak ditemukan di sekitar kampungnya. Ia beranggapan, hutan yang semakin menipis membuat biawak terpaksa turun kampung, mencari semak dan membuat lubang untuk perlindungannya.
Entahlah, anggapan mereka soal semakin banyak atau sedikitnya biawak, mungkin hanya soal persepsi. Mereka masing-masing berpijak dari hasil buruannya saja. Mungkin ini hanya soal rezeki.
Biawak, tak hanya menarik perhatian Andik, Bambang dan warga Kampung Singkil  saja. Dua lelaki asal Jogjakarta di bilangan Pluit-pun punya minat yang sama. Mereka juga berburu biawak, cuma caranya lain. Mereka, seperti halnya memancing ikan, menggunakan kail pancing untuk menaklukkan biawak. Sekitar Danau Pluit yang kerap meluap, merupakan tempat bersarang biawak.
Dari sekitar 7 sampai 10 kail pancing yang dipasang, paling tidak setiap pagi atau sore ada seekor biawak besar yang tertangkap. Dibanding biawak di Kampung Singkil, biawak yang diburu di Pluit berukuran lebih besar, umumnya lebih dari satu meter yang berbobot sekitar 12 sampai 15 kilogram.
Andik,
Bambang, dan 2 lelaki di Pluit ini punya kepentingan yang sama. Mereka sama-sama menghidupi diri dan kelurganya dengan berburu biawak, yang kemudian dijual ke para penampung, atau langsung ke pemilik rumah makan. Rata-rata seekor biawak dihargai 15 ribu sampai 25 ribu rupiah, tergantung ukuran.